Kamu – Aku –
Kita sama
Aku punya seorang kakak laki –
laki yang merantau di Jakarta. Dia memiliki seorang pacar beragama katholik
dengan etnis Cina. Pada mulanya kami cukup kaget dengan calon kakak itu, tapi
lambat laun kami mulai menerimanya. Pada Natal tahun kemarin, kakak datang
bersama pacarnya, kami berkenalan lalu mengobrol cukup lama. Selain anggota
keluarga, tetangga dan keluarga besar juga mengenal pacar kaka.
Mereka
berkomentar cukup pedas, lalu menasehati Mamah agar kaka tidak meneruskan
hubungannya. Mereka beranggapan bahwa etnis Cina itu pelit, lebih suka
memperdaya orang, dan tidak mau repot. Mamah bercerita kepadaku dan kakakku
perempuan, jawaban kakakku perempuan cukup sederhana “ Ya biar, orang yang
nikah kan kaka Mah. Kalo memang dia cinta yang suda dijalani saja. Toh baik
tidaknya orang tidak bisa diliat dari etnisnya.”.
Pola
pikir masyarakat yang beranggapan bahwa sifat seseorang itu dipengaruhi oleh etnis
telah merusak mental. Selain itu anggapan bahwa pernikahan beda etnis tidak
disarankan juga menjadi topik hangat di kalangan ibu – ibu. Padahal di zaman
modern ini, seharusnya pola pikir seperti itu sudah hilang. Kita hidup dalam
kebhinekaan, berbeda – beda suku, agama dan ras. Tetapi hal -
hal seperti tadi seharusnya tidak menjadi persoalan. #Peace Education.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar